Minggu, 15 Januari 2012

Remaja Anti-sosial

Hmm, mungkin agan-agan disini sering mendengar istilah anti-sosial belakangan ini. Yah, mungkin memang prilaku anti-sosial belakangan ini emang lekat banget sama kehidupan remaja masa kini. Baik tu kalangan remaja bule, sipit, item bahkan di Indonesia juga ga kalah marak. Mungkin anti-sosial itu lebih lekat sama remaja-remaja yang suka berhayal. Kalo di Jepang sih orang yang suka menyendiri itu disebut hikikomori, para pelaku hikikomori ini rata-rata seorang otaku (buat agan-agan yang ga tau apa itu otaku, bisa kita katakan itu istilah buat orang-orang yang cinta mati sama hal yang bersifat 2D *anime, manga, game, dsb* tapi kalo mau tau lebih jelas cari aja di om gugel), mereka memiliki kecenderungan mengunci diri di kamar mereka. Kalau dibilang membahayakan masyarakat sekitar sih para pelaku an-sos ini ga membahayakan sih, cuma buat kemajuan suatu bangsa bisa susah juga kan? Gimana coba nasib suatu negara kalo pemimpinnya suka menyendiri di dalem kamar? hahahaha...


Sebenernya anti-sosial itu ga hanya berkutat dalam hal menyendiri saja. Menurut penelitian orang-orang bule sih, prilaku anti-sosial itu bisa mengarah ke arah psikopat. Kalo agan-agan pengen tau lebih bamyak, ane bakal jabarkan dikit soal prilaku anti-sosial ini. Kebetulan ane dapet tugas buat artikel trus temanya tentang an-sos... Silahkan di baca deh agan-agan sekalian kalo minat dan pingin tau bahayanya tinkah laku anti-sosial... :3




Dewasa ini semakin beragam saja tingkah laku para remaja. Mulai dari trend berpakaian yang semakin berani, dunia pergaulan yang semakin bebas, selera bermusik yang semakin beragam, serta ketergantungan terhadap teknologi yang sudah bisa dibilang melebihi candu terhadap narkotika. Kemajuan teknologi yang semakin pesat membuat orang-orang semakin mudah melakukan apapun yang mereka inginkan tanpa perlu keluar biaya maupun tenaga. Mereka hanya perlu terhubung dengan layanan internet lalu semua yang mereka inginkan dapat terpenuhi begitu saja. Bahkan kita bisa mengetahui kabar yang sedang in tanpa perlu keluar dari kamar. Apakah itu pertanda bagus bagi masyarakat kita?
Kemajuan teknologi membuat ketergantungan yang sangat besar bagi masyarakat pada jaman sekarang. Tak terkecuali para remaja yang sedang berada pada masa labil mereka. Remaja yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi berusaha mencari hal yang menarik untuk mengisi keseharian mereka. Internet­-lah yang kemudian menjadi sarana pelarian yang paling menyenangkan. Kita bisa mendapatkan begitu banyak teman tanpa perlu beranjak ke luar rumah, kita bisa mendapatkan popularitas hanya dengan duduk berjam-jam di depan layar komputer —tentu saja yang saya maksud teman dan popularitas disini hanya dalam dunia mya – Siapa yang tidak tergiur dengan rayuan tersebut?
Berawal dari rasa ingin tahu lalu kemudian menjadi suatu candu tersendiri, remaja jaman sekarang mulai “keranjingan” internet. Mulai dari yang paling sederhana seperti jejaring sosial semacam Facebook, Twitter, My Space, dan Friendster hingga game online yang merupakan candu tingkat tinggi sehingga mereka rela menghabiskan waktu berjam-jam terbuang begitu saja di depan layar komputer mereka. Lalu pertanyaannya sekarang apakah dengan exist di dunia maya mereka mendepatkan hal yang bermanfaat bagi kehidupan mereka sehari-hari? Mungkin bagi beberapa orangtua bersyukur dengan adanya internet sehingga anak mereka tidak terkontaminasi dunia luar yang semakin bebas dalam hal bergaul. Mereka berpikir bila anaknya hanya berdiam diri di rumah, mereka dapat mengontrol perilaku keseharian anak tersebut. Mungkin ansumsi ini tidak ada salahnya. Tapi apakah para orangtua tidak berpikir dengan memberikan sarana teknologi yang sangat maju tidak sepenuhnya dapat menjamin moral dan pola  sosialisasi yang baik pada anak tersebut? Tidakkah ancaman dari dunia global lebih banyak terdapat di internet?
Seperti yang saya sebut sebelumnya, internet memiliki candu tersendiri yang bahkan lebih besar dari pada candu terhadap narkotika. Internet bisa dibilang mampu menjamah segala sudut kehidupan, segala lapis masyarakat, dan segala jenjang pendidikan. Mungkin akibat buruk candu internet tidak terlihat begitu nyata seperti halnya candu terhadap narkotika. Tetapi yakinlah bahwa candu itu akan berakibat lebih buruk bagi kemajuan bangsa —bukan berarti saya mendukung beredarnya narkotika di kehidupan remaja—, dengan ketergantungan terhadap kepraktisan dan terbiasa tidak perlu bersusah payah mendapatkan sesuatu, itu akan mengubah pola pikir keseharian remaja tersebut. Bayangkan pola berpikir dan berkembang seperti itu yang mendarah daging di kehidupan kaum penerus bangsa saat ini, bagaimana nasib bangsa ini kedepannya?
Mungkin kita sering mendengar istilah anti-social­ beberapa dekade ini. Anti-social atau di Indonesia biasa disebut antisosial adalah suatu bentuk dari penyimpangan perilaku sosial dimana suatu individu enggan melakukan suatu interaksi sosial terhadap lingkungan di sekitarnya, interaksi sosial yang dimaksud bisa berupa kepedulian terhadap lingkungan sekitar maupun lingkungan global. Sifat tak acuh tersebut hanya merupakan awal dari sederet tingkah laku menyimpang yang akan muncul berikutnya. Tindakan yang menyalahi aturan moral, membahayakan diri sendiri bahkan tindak kriminal yang membahayakan masyarakat luas bisa saja terjadi dikarenakan perilaku anti sosial.
Penyebab antisosial ini bermacam-macam. Mulai dari faktor lingkungan, keluarga, teknologi, bahkan memang gangguan mental. Tetapi bisa dibilang pengaruh yang paling besar terhadap perilaku anti-social ini adalah pola mendidik orangtua terhadap anaknya. Walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa anak anti-social tersebut sudah mengalami gangguan mental sejak lahir. Bila dilihat dari maraknya perilaku antisosial di kalangan remaja dekade ini jelas sekali bahwa bukan gangguan psikis sejak lahir yang menyebabkan sebagian besar remaja bersikap begitu.
Keluarga yang memberikan apapun yang diinginkan anak tersebut, lingkungan bergaul yang meterialistik, kekerasan dalam keluarga, kecintaan yang berlebihan terhadap suatu hal, serta ketergantungan yang begitu mengikat membuat remaja jaman sekarang berperilaku antisosial. Mereka cederung memiliki sikap egois yang sangat besar. Rela melakukan apapun agar hal yang diinginkan dapat tercapai, mengurung diri dari pergaulan luar dan terlena oleh kesenangan dunia-nya sendiri, dan bersikap tidak respect terhadap sesama adalah beberapa contoh tingkah antisosial. Bisa diambil kesimpulan antisosial tidak hanya berupa perilaku dimana penderitannya mengurung diri di ruangannya dan tidak mau membuka diri dari lingkungan luar. Perilaku antisosial juga bisa berupa tingkah laku yang bisa menyakiti orang lain di lingkungannya hanya karena keinginan yang harus diikuti. Tingkah antisosial juga selalu dihubungkan dengan tingkah laku psikopat bila dilihat dari aspek ini.
Kecintaan terhadap sesuatu yang berlebihan juga berpengaruh besar tehadap perilaku antisosial ini. Kecintaan terhadap suatu hal yang bisa berupa makhluk hidup maupun benda mati itu dapat menimbulakan sikap over protective. Merasa tidak ingin kehilangan hal yang dicintai menjadikan remaja tersebut rela melakukan hal apapun. Termasuk menyakiti orang-orang yang menghalanginya atau mungkin menyakiti dirinya sendiri. Beberapa lebih memilih menyendiri dan menjauh dari lingkungan karena terlena oleh fantasi-fantasi mereka tentang hal yang dicintainya tersebut dan tidak peduli apa yang diperbincangkan oleh lingkungan sekitar. Mungkin kita sering melihat tingkah laku semacam ini, contohnya saja seseorang yang merupakan fans dari seorang public figure atau suatu brand tertentu yang terlalu memuja hingga melupakan mana hal yang terpenting dalam kehidupan mereka. Bahkan mereka cenderung melakukan hal-hal yang diluar logika untuk mendapatkan hal dia inginkan. Mungkin bagi masyarakat umum perilaku mereka terlalu aneh atau keluar dari norma bermasyarakat, tetapi bagi pengidap antisosial pandangan masyarakat umum tidaklah berpengaruh bagi kehidupan mereka.
Mungkin bila disangkutkan dengan majunya tingkat teknologi dan meningkatnya jumlah remaja yang menunjukkan sikap antisosial, tentu saja grafiknya akan berbanding lurus. Begitu banyak fasilitas di dunia maya saat ini, serta begitu luasnya jaringan yang ada di internet membuat seorang remaja semakin menggandrunginya. Remaja bisa berbincang dengan seseorang yang berjarak sangat jauh, mendapat info yang tidak dia dapat dari lingkunag sekitar, bahkan mengakses situs yang tidak seharusnya dibuka. Semua hal tersebut akan memberikan pengaruh tersendiri terhadap perkembangan remaja tersebut, seperti remaja yang hidup dengan fantasi-fantasinya, pemikiran yang tak sesuai dengan umurnya, bahkan mengakibatkan ketergantungan sehingga merusak tatanan kehidupan sehari-harinya. Berbagai jenis perkembangan remaja tersebut bisa disangkutkan dengan perilaku antisosial. Walau tidak melakukan tindakan extreme, tetapi remaja yang terlalu mecintai dunia maya bisa saja melakukan tindakan yang tergolong gila. Menyakiti dirinya hanya karena tidak ingin kehilangan sedikit waktunya di depan layar komputer.
Beberapa waktu lalu beberapa ilmuan di London menemukan beberapa perbedaan scan otak seorang anak yang menunjukkan tingkah laku antisosial. Temuan mereka disiarkan di American Journal of Phychiantry. Studi tersebut memperhatikan amygdale dan insula –wilayah otak yang memberi sumbangan bagi persepsi emosi, emapti, dan daya rekognisi ketika orang lain sedih– pada remaja antisosial lebih kecil dibandingkan remaja yang tidak menunjukan perilaku antisosial. Semakin parah perilaku antisosial tersebut maka semakin sedikit volume  insula pada remaja tersebut. Masih belum diketahui perubahan pada susunan otak tersebut merupakan penyebab perilaku antisosial atau akibat dari perilaku antisosial, yang jelas para ilmuan masih melakukan penelitian terhadap fenomena remaja saat ini.
Perilaku antisosial memang lebih banyak ditemukan pada remaja laki-laki. Tidak diketahui apa sebab pastinya. Tetapi bila dilihat dari aspek tingkah laku, remaja laki-laki bisa dibilang lebih nekat bila melakukan sesuatu. Tidak berpikir terlalu jauh tentang resiko yang mungkin saja membahayakan pada diri mereka bila melakukan sebuah tindakan. Tingkah laku ini tentu sangat bertolak belakang dengan remaja perempuan, karena mereka biasanya menimbang segala sesuatu sebelum melakukannya. Walau begitu, tidak menutup kemungkinan remaja perempuan juga merupakan seorang antisosial. Karena belakangan ini tidak jarang kita melihat remaja perempuan yang bertingkah laku seperti laki-laki. Menyukai hal yang extreme, melakukan hal yang beresiko besar bagi keselamatan dirinya, tidak mempedulikan pandangan lingkungan terhadap dirinya, atau bisa kita ambil kesimpulan sikap mereka tersebut adalah sikap yang terlalu cuek. Kecendrungan sikap yang seperti itu yang membuat kemungkinan remaja tersebut mengidap gangguan perilaku (dalam hal ini adalah antisosial) semangkin besar.
Lingkungan tempat tinggal dapat berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak. Dalam beberapa kasus, mengatakan beberapa anak yang pada awalnya tidak merasa nyaman terhadap lingkungannya, akan dengan sendirinya bersosialisasi dengan lingkungan tersebut, bahkan tingkah laku mereka mau tidak mau akan terbawa mengikuti lingkungan tersebut. Misalnya saja seorang anak yang pada awalnya merupakan anak yang baik dan santun, bila dia pindah di suatu lingkungan baru yang masyarakatnya tergolong orang yang urakan maka sikap anak tersebut mau tidak mau akan berubah sedikit demi sedikit menjadi sedikit liar. Begitu pula sebaliknya. Tetapi bagi seorang remaja antisosial, lingkungan tempat tinggal dan bergaul yang tidak sesuai dengan sikapnya tidak akan membuat dia terbawa suasana dan mengikuti pola perilaku yang tidak sesuai dengan dirinya. Karena itu, mereka lebih memilih mencari lingkungan baru yang membuat mereka nyaman lalu mengambil jarak terhadap lingkungan barunya. Mungkin dalam kasus tertentu, mereka bahkan cenderung tidak mempedulikan apa yang terjadi di lingkungan masyarakatnya.
Tindakan antisosial sering disangkutpautkan dengan tindakan psikopat. Walau tidak semua orang yang menunjukkan tingkah laku antisosial akan melakukan tindakan psikopatik. Mungkin dalam kasus ini dapat kita golongkan perilaku antisosial menjadi dua, yaitu antisosial pasif dan antisosial aktif. Perilaku antisosial pasif mungkin adalah tingkah laku antisosial yang paling sering kita temukan pada remaja di era sekarang. Kecenderungan menjauhkan diri dari lingkungan (atau dijauhi oleh lingkungannya), menutup diri dari interaksi sosial secara langsung, dan lebih memilih menyibukkan dirinya dengan fantasi-fantasi tersendiri. Mungkin para pelaku antisosial pasif ini memiliki teman untuk berbagi, tetapi tentu saja teman mereka hanyalah orang-orang yang memiliki jalan pikiran sama dengan mereka bahkan cenderung sesama seorang antisosial. Sedangkan antisosial aktif adalah orang yang memiliki kecendrungan bersikap psikopatik. Beberapa dari mereka tidak menarik diri dari lingkungan sekitar, bahkan cenderung terlihat ramah. Tetapi jangan pernah tertipu dengan sikap mereka yang seperti itu karena mereka memiliki emosi positif maupun negatif yang sangat sedikit. Mereka cenderung berlaku antipati, rasa tanggung jawab mereka atas suatu hal yang mereka berbuat sangat sedikit, tidak memiliki rasa malu, bahkan cenderung tidak memiliki rasa bersalah sama sekali bila dia menyakiti orang lain.
Masyarakat yang mengintimidasi seorang antisosial juga dapat memperburuk tingkah laku anak antisosial tersebut. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi akibat perilaku tersebut. Pertama, mungkin saja anak tersebut akan semakin menjauhkan dirinya dari pergaulan lingkungan, menyendiri, dan tidak menutup kemungkinan akan melakukan tindakan yang akan menyakiti diri mereka sendiri. Kedua, mungkin saja anak tersebut akan membenci lingkungannya dan beranggapan bahwa orang-orang di sekitarnya adalah orang yang jahat, tidak menutup kemungkinan tindakan selanjutnya adalah tindakan yang begitu extreme hingga menyakiti masyarakat yang mengintimidasinya tersebut. Mau bagaimanapun tindakan yang akan dilakukan para antisosial tersebut tentu saja bukan tindakan yang baik. Semuanya memiliki resiko masing-masing dan bukanlah resiko yang ringan.
Lalu bagaimana cara kita memperlakukan para antisosial tersebut? Mungkin dengan memberikan perhatian, menunjukkan sikap bahwa kita membutuhkan mereka di dalam lingkungan tempat tinggal maupun bergaul, serta berusaha mengerti apa yang mereka pikirkan. Hal tersebut sepertinya hal yang sulit bila dilihat dari tingkah laku mereka yang sudah menutup diri, bahkan tidak menginginkan ada seseorang baru yang mengisi kehidupan mereka. Tapi tentu saja dengan sikap mereka yang seperti itu tidak berarti kita harus menjauhi mereka, bersikap tidak acuh dan membiarkan mereka melakukan hal yang mereka suka. Sudah sewajibnya kita sebagai mahkluk sosial itu bersosialisi, peduli satu sama lain, dan tidak membedakan golongan satu dengan golongan lain.
Bagaimana tindakan pencegahan terhadap tingkah laku antisosial? Sebenarnya pencegahan sudah bisa orangtua lakukan semenjak anak tersebut masih di dalam kandungan. Karena menurut penelitian, seorang ibu yang memiliki kebiasaan merokok saat mengandung akan beresiko anak yang ada di kandungan memiliki sikap antisosial. Tapi tentu saja pencegahan itu hanya antisipasi awal karena fenomena antisosial sekarang ini lebih banyak diderita saat seseorang mulai beranjak dewasa. Karena pada masa beranjak dewasa ini seorang anak mencari jatidiri mereka. Bila mereka merasa tidak nyaman dengan lingkungan tempat tinggal dan bersosialisasi mereka, tentu mereka akan mencari hal lain yang dapat membuat mereka merasa senang. Kesenangan bagi para remaja ini tentu saja kesenangan yang mungkin bagi orang dewasa merupakan kesenangan yang aneh, menyimpang, dan tidak patut dilakukan. Dari aspek seperti inilah yang biasanya membuat remaja itu menarik diri dari lingkungan, tidak mau mendengarkan perintah orangtua, dan lebih memilih hidup di dunianya sendiri.
Cara yang paling jitu bagi orangtua agar buah hatinya tidak tumbuh menjadi seseorang yang antisosial adalah mengajarkan anak mereka bersosialisasi dengan lingkungan luar sejak masih kecil. Mengajarkan anak Anda bersahabat dengan siapa saja dan tetap memberikan pengawasan maksimum terhadap anak. Memberikan anak kebebasan berekspresi tetapi tetap memberikan batasan tentang hal yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Memberikan kasih sayang yang cukup bagi anaknya. Kasih sayang disini bukan dalam bentuk materi belaka, tapi merupakan suatu bentuk perhatian orangtua terhadap anaknya, ada di sisi anak tersebut saat mereka membutuhkan bimbingan dalam penyelesaian masalah karena seorang anak akan mengalami masa tersulitnya pada saat beranjak dewasa. Menanamkan aspek-aspek keagamaan juga merupakan hal yang penting agar anak tersebut bisa tumbuh dengan norma-norma sosial bermasyarakat yang baik. Bagaimanapun orangtua memiliki kontrol yang sangat besar bagi tumbuh kembang anaknya, jadi sudah seharusnya orangtua memberikan didikan dan kasih sayang yang cukup terhadap buah hati mereka. Jangan sampai anak-anak Anda tumbuh dengan kasih sayang yang kurang sehingga mereka mencari kesenangan dengan cara yang menyimpang dan tidak sewajarnya.




Semoga bermanfaat ya agan-agan :3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Seorang gadis yang mengaku dirinya awesome tetapi justru terlihat bodoh. Menyukai anime, jejepangan dan eksperimen di dapur. Bukan seorang mahasiswi yang baik, namun berharap bisa jadi anak yang solehah XD